Pada tahun 1980-an, seorang pencerita terkenal (seorang “Kadhikan”) saat ini mencari nafkah di pabrik kayu, menyembunyikan bakatnya sebagai pencerita karena kondisi hidupnya yang sulit. Seorang remaja berusia 17 tahun di panti asuhan ingin belajar darinya dengan dukungan dari Kepala Panti. Keinginan remaja itu untuk mempelajari seni tersebut membangkitkan kembali keyakinan sang pencerita akan seni tersebut. Dalam waktu singkat, hubungan antara Kadhikan dan remaja itu menjadi ikatan yang tak terpisahkan, membuka dimensi baru dalam kehidupan keduanya.
